dakwatuna.com - Masyarakat Islam bagaikan bangunan kokoh.
Keluarga bukan saja sebagai sendi terpenting dalam bangunan tersebut, tetapi
uga menjadi unsur pokok bagi eksistensi umat Islam secara keseluruhan. Karena
itu, agama Islam memberikan perhatian khusus masalah pembentukan keluarga.
Perhatian istimewa terhadap pembentukan keluarga tersebut tercermin dalam
beberapa hal, yaitu:
Pertama, Al-Qur’an menjabarkan cukup terinci tentang pembentukan keluarga
ini. Ayat-ayat tentang pembinaan keluarga termasuk paling banyak jumlahnya
dibandingkan dengan ayat-ayat yang menjelaskan masalah lain. Al-Qur’an
menjelaskan tentang keutamaan menikah, perintah menikah, pergaulan suami-istri,
menyusui anak, dan sebagainya.
Kedua, sejak dini As-Sunah telah mengajarkan takwinul usrah yang shalihah
dengan cara memilih calon mempelai yang shalihah. Rasulullah saw. bersabda,
“Pilihlah tempat untuk menanam benihmu karena sesungguhnya tabiat seseorang
bisa menurun ke anak.”
Rasulullah Suami Teladan
Rasulullah saw. sejak masa remaja sudah terkenal sebagai orang yang bersih
dan berbudi mulia. Ketika beliau menginjak usia 25 tahun menikahi Khadijah
binti Khuwailid. Sejak saat itulah beliau mengarungi kehidupan rumah tangga
bahagia penuh ketentraman dan ketenangan.
Rasulullah saw. amat menghormati wanita, lebih-lebih istrinya. Beliau
bersabda, “Tidaklah orang yang memuliakan wanita kecuali orang yang mulia; dan
tidaklah yang menghinakannya kecuali orang yang hina.”
Menghormati istri adalah kewajiban suami. Al-Qur’an berkali-kali
memerintahkan agar menghormati dan berbuat baik terhadap istri. Kita tidak
mendapatkan kata-kata dalam Al-Qur’an yang mengharuskan untuk berbuat baik
dalam menggauli istri, baik dalam keadaan marah atau tidak. Kecuali, ditekankan
kewajiban berbuat ma’ruf dan ihsan terhadap istri dan dilarang menyakiti atau
menyiksanya.
Pernah datang seorang wanita mengadu kepada Rasulullah saw. bahwa suaminya
telah memukulnya. Maka beliau berdiri seraya menolak perlakukan tersebut dengan
bersabda, “Salah seorang dari kamu memukuli istrinya seperti memukul seorang
budang, kemudian setelah itu memeluknya kembali, apakah dia tidak merasa malu?”
Ketika Rasuluallah saw. mengizinkah memukul istri dengan pukulan yang
tidak membahayakan, dan setelah diberi nasihat serta ancaman secukupnya, beliau
didatangi 70 wanita dan mengadu bahwa mereka dipukuli suami. Rasulullah saw.
berpidato seraya berkata, “Demi Allah, telah banyak wanita berdatangan kepada
keluarga Muhammad untuk mengadukan suaminya yang sering memukulnya. Demi Allah,
mereka yang suka memukul istri tidaklah aku dapatkan sebagai orang-orang yang
terbaik di antara kamu sekalian.”
Rasulullah saw. merupakan contoh indah dalam kehidupan rumah tangganya.
Beliau sering bercanda dan bergurau dengan istri-istrinya. Dalam satu riwayat
beliau balapan lari dengan Aisyah, terkadang beliau dikalahkan dan pada hari
lain beliau menang. Beliau senantiasa menegaskan pentingnya sikap lemah lembut
dan penuh kasih sayang kepada istri. Kita jumpai banyak hadits yang seirama
dengan hadits berikut, “Orang mukmin yang paling sempurna adalah yang paling
baik akhlaknya dan paling lembut pada keluarganya.” Riwayat lain, “Sebaik-baik
di antara kamu adalah yang paling baik pada keluarganya dan aku adalah yang
paling baik terhadap keluargaku.”
Di antara yang menunjukkan keteladanan beliau dalam menghormati istri
adalah menampakkan sikap lembut, penuh kasih sayang, tidak mengkritik hal-hal
yang tidak berguna untuk dikritik, memaafkan kekeliruannya, dan memperbaiki
kesalahannya dengan lembut dan sabar. Bila ada waktu senggang beliau ikut
membantu istrinya dalam mengerjakan kwajiban rumah tanggannya.
Aisyah pernah ditanya tentang apa yang pernah dilakukan Rasulullah saw. di
rumahnya, beliau menjawab, “Rasulullah mengerjakan tugas-tugas rumah tangga,
dan bila datang waktu shalat, dia pergi shalat.”
Rasulullah saw. memiliki kelapangan dada dan sikap toleran terhadap
istrinya. Bila istrinya salah atau marah, beliau memahami betul jiwa seorang
wanita yang sering emosional dan berontak. Beliau memahami betul bahwa rumah
tangga adalah tempat yang paling layak dijadikan contoh bagi seorang muslim
adalah rumah tangga yang penuh cinta dan kebahagiaan. Kehidupan rumah tangga
harus dipenuhi gelak tawa, kelapangan hati, dan kebahagiaan agar tidak
membosankan.
Bila terpaksa harus bertindak tegas, Rasulullah saw. melakukannanya dengan
disertai kelembutan dan kerelaan. Sikap keras dan tegas untuk mengobati
keburukan dalam diri wanita, sedangkan kelembutan dan kasih sayang untuk
mengobati kelemahan dan kelembutan dalam dirinya.
Khadijah Istri Teladan
Khadijah binti Khuwailid adalah seorang wanita bangsawan Quraisy yang
kaya. Dia diberi gelar wanita suci di masa jahiliyah, juga di masa Islam.
Banyak pembesar Quraisy berupaya meminangnya, tetapi ia selalu menolak. Ia
pedagang yang sering menyuruh orang untuk menjualkan barang dagangannya keluar
kota Mekkah.
Ketika mendengar tentang kejujuran Muhammad saw., ia menyuruh pembantunya
mendatangi dan meminta Muhammad menjualkan barang dagangannya ke Syam bersama
budak lelaki bersama Maisyarah. Nabi Muhammad menerima permohonan itu dan
mendapatkan keuntungan besar dalam perjalanan pertama ini.
Setelah mendengar kejujuran dan kebaikan Muhammad, Khadijah tertarik dan
meminta kawannya, Nafisah binti Maniyyah, untuk meminangkan Muhammad. Beliau
menerima pinangan itu dan terjadilah pernikahan ketika beliau berusia 25 tahun
sedangkan Khadijah berusia 40 tahun.
Khadijah sebagai Ummul Mukminin telah menyiapkan rumah tangga yang nyaman
bagi Nabi Muhammad saw. Sebelum beliau diangkat menjadi Nabi dan membantunya
ketika beliau sering berkhalwat di Gua Hira. Khadijah adalah wanita pertama
yang beriman ketika Nabi mengajaknya masuk Islam. Khadijah adalah
sebaik-baiknya wanita yang mendukung Rasulullah saw. dalam melaksanakan
dakwahnya, baik dengan jiwa, harta, maupun keluarganya. Perikehidupannnya harum
semerbak wangi, penuh kebajikan, dan jiwanya sarat dengan kehalusan.
Rasulullah saw. pernha menyatakan dukungan ini dengan sabdanya, “Khadijah
beriman kepadaku ketika orang-orang ingkar. Dia membenarkanku ketika
orang-orang mendustakanku. Dan dia menolongku dengan hartanya ketika
orang-orang tidak memberiku apa-apa. Allah mengaruniai aku anak darinya dan
mengharamkan bagku anak dari selainnya.” (Imam Ahmad dalam kitab Musnad-nya)
Khadijah amat setia dan taat kepada suaminya, bergaul dengannya, siap
mengorbankan kesenangannya demi kesenangan suaminya, dan membesarkan hati
suaminya di kala merasa ketakutan setelah mendapatkan tugas kenabian. Ia
gunakan jiwa dan semua hartanya untuk mendukung Rasul dan kaum muslimin.
Pantaslah kalau Khadijah dijadikan sebagai istri teladan pendukung risalah
dakwah Islam.
Khadijah mendampingi Rasulullah saw. selama seperempat abad. Berbuat baik
di saat Rasulullah gelisah. Menolong Rasulullah di waktu-waktu sulit. Membantu
Rasulullah dalam menyampaikan risalah dan ikut merasakan penderitaan pahit
akibat tekanan dan boikot orang-orang musyrik Quraisy. Khadijah menolong tugas
suaminya sebagai Nabi dengan jiwa dan hartanya.
Rasulullah saw. senantiasa menyebut-nyebut kebaikan Khadijah selam
hidupnya sehingga membuat Aisyah cemburu. Dengan ketaatan dan pengorbanan yang
luar biasa itu, pantaslah jika Allah swt. menyampaikan salam lewat malaikat
Jibril kepada Khadijah. Jibril datang kepada Nabi, lalu berkata, “Wahai
Rasulullah, ini Khadiah telah datang membawa sebuah wadah berisi kuah, makanan
dan minuman, apabila datang kepadamu sampaikan salam dari Tuhannya dan
beritahukan kepadanya tentang sebuah rumah di surga, terbuat dari mutiara yang
tiada suara gaduh di dalamnya dan tiada kepenatan.” (Bukhari)
Itulah Khadijah, sosok seorang istri yang layak dijadikan teladan bagi
wanita-wanita yang mendukung keshalehan dan tugas dakwah suaminya.
Ciri-ciri Rumah Tangga Muslim
1. Sendi
bangunannya adalah ketakwaan kepada Allah swt. Takwa adalah sendi yang kuat
bangunan keluarga. Memilih suami/istri harus sesuai dengan arahan Rasulullah
saw., yaitu utamakan sisi agamanya.
2. Kebahagiaan
rumah tangga bukanlah berdasarkan kesenangan materi saja, sebab kebahagiaan
sejati muncul dari dalam jiwa yang takwa kepada Allah swt. Bila ketakwaan telah
menjadi sendi utama, maka kekurangan materi menjadi ringan. Ketakwaan yang ada
di dalam dada pasangan suami-istri memunculkan tsiqah (rasa saling
percaya) dan akan melahirkan ketentraman serta ketentraman dalam hubungan
suami-istri. Hubungan antara anggota keluarga akan terasa indah karena semua
sadar akan tanggung jawab dan hak-haknya.
3. Rumah
yang dibangun untuk keluarga seharusnya sederhana dan mengutamakan skala
prioritas dengan mengurangi hal-hal yang tertier dan berlebihan.
4. Dalam
makanan dan berpakaian, seorang muslim amat sederhana, menekankan aspek
kebersihan, dan menghindari dari yang haram, sikap berlebihan (israf),
dan bermewah-mewahan. Semua anggota keluarga dipacu untuk memperbanyak berinfak
dan bersedekah. Hindari syubhat, jauhi yang haram, itu moto mereka.
5. Anggaran
rumah tangga dipenuhi dari rezeki yang halal dan baik. Sebab, daging yang
terbentuk dari daging haram akan dibakar oleh api neraka. Secara teknis perlu
ada kesepakatan antara suami-istri dalam menentukan besaran dan alokasi
anggaran rumah tangga. Yang jelas, pengeluaran tidak boleh melebihi
penghasilan. Cukupi diri dengan hal-hal yang dibutuhkan, bukan memperbanyak
daftar keinginan.
6. Perhatikan
hak-hak Allah swt. Tunaikan zakat, menabung untuk pergi haji, sediakan kotak
khusus untuk sedekah bagi kemaslahatan umat.
0 komentar:
Posting Komentar