- Jujur
Seorang Muslim harus jujur, tidak suka berdusta. Berani mengatakan
yang benar, meskipun mengandung resiko bagi dirinya, tanpa takut celaan orang. Dusta merupakan salah satu sifat buruk
dan tercela serta merupakan pintu gerbang menuju godaan-godaan syetan. Menjaga
diri dari dosa dusta, akan menciptakan imunitas dalam jiwa yang melindungi dari
bisikan dan godaan syetan, sehingga ia tetap di dalam kebersihan, kesucian dan
ketinggiannya.
“Sesungguhnya
kebenaran itu membawa kepada kebaikan (ta’at) dan kebaikan itu membawa ke
sorga. Dan seseorang membiasakan dirinya berkata benar hingga tercatat di sisi
Allah siddiq. Dan dusta membawa kepada dosa sedang dosa membawa ke neraka. Dan
seseorang suka berdusta hingga tercatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR.
Bukhari, Muslim)
Manusia yang selalu melatih diri untuk
kebaikan, akhirnya kebaikan itu menjadi tabi’at kebiasaannya. Dan apabila telah
menjadi demikian, maka mudahlah ia melakukannya.
“Tinggalkan
apa yang kau ragu-ragukan dan kerjakan apa yang tidak kau ragu-ragukan.
Sesungguhnya kebenaran membawa ketenangan dan dusta itu menimbulkan
keragu-raguan.” (HR. Tirmidzi.)
Perintah kepada orang-orang beriman agar
berteman dengan orang-orang yang jujur :
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama
orang-orang yang benar.” (QS. At Taubah 9:119)
Tidak
Dusta
“Tanda
orang munafiq itu tiga. Jika berkata-kata dusta, dan jika berjanji menyalahi
dan jika dipercaya khianat.” (HR. Bukhari, Muslim)
Dan sesungguhnya orang-orang munafik akan dilemparkan ke dalam
kerak api neraka.
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu ditempatkan pada tingkatan
yang paling bawah dari neraka dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang
penolong pun bagi mereka.” (QS. An Nisa 4:145)
Bersabda Rasulullah saw.: Siapa yang mengambil hak seorang muslim
dengan sumpah palsunya, maka Allah telah mewajibkan baginya neraka, dan
mengharamkan dari sorga. Seorang bertanya: Walaupun barang sedikit ya
Rasulullah? Jawab Nabi: Walau sekecil batang kayu arok (sikat untuk gosok gigi)
Mengambil hak orang lain itu sudah berdosa, maka kalau pengambilan
itu disertai dengan sumpah palsu, yang berarti orang itu merasa seolah-olah
barang yang diambil itu telah menjadi halal baginya, karena telah menang
perkara dengan sumpah palsunya, maka Allah akan menetapkan baginya neraka dan
mengharamkannya dari sorga.
- Adil
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu (untuk) menyam-paikan amanat
kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguh-nya Allah Memberi
Pengajaran yang sebaik-baiknya kepada-mu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat.” (QS. An Nisa’ 4:58)
“Hai
orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berbuat yang
tidak adi. Beraku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah itu Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (QS. Al Maidah 5:8)
“Dan
janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih
bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan
dengan adil. Kami tidak Memikulkan Beban kepada seseorang melainkan sekadar
kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil
kendatipun dia adalah kerabat(mu), dan penuhilah Janji Allah. Yang demikian itu
Diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.” (QS. Al An’am 6:152)
Adil yang dikenal oleh individu muslim
dan masyarakat Islam adalah keadilan hakiki yang penuh ketulusan, tidak berat
sebelah meskipun terhadap musuh yang sangat dibenci. Harus ditegakkan keadilan
yang tidak pandang bulu, sekalipun menghadapi sanak saudara/keluarga atau
orang-orang yang disegani.
Rasulullah SAW telah memberikan contoh dalam hal bertindah adil :
Ketika datang Usamah bin Zaid mengusulkan agar diberikan keringanan
hukuman bagi seorang perempuan dari Bani Mahzum yang mencuri, padahal
Rasulullah SAW bermaksud untuk memotong tangannya. Rasulullah bersabda kepada
Usamah: “Apakah Anda bermaksud hendak meringankan (membebaskan) hukuman
terhadap seorang yang telah menjadi ketentuan Allah, Hai Usamah? Demi Allah,
seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, pasti akan kupotong tangannya.” (HR.
Bukhari, Muslim)
Dalam sejarah Islam pernah terjadi kasus hilangnya baju besi Ali
bin Abi Thalib r.a. yang ketika itu menjabat sebagai khalifah. Seorang Yahudi
dicurigai sebagai pencurinya. Ali bin Abi Thalib dan Yahudi itu dihadapkan ke
muka pengadilan. Di depan pengadilan yang dipimpin oelh Syuraih, khalifah Ali
tidak dapat memberikan kesaksian atau bukti yang jelas tentang keterlibatan si
pencuri, walau sebenarnya barang bukti curian (baju besi) itu dilihat dari
ciri-cirinya jelas milik khalifah. Tetapi karena bukti tidak kuat, maka hakim
tidak dapat menghukum si Yahudi, malah dalam pengadilan itu khalifah kalah dan
si tertuduh bebas. Melihat betapa adilnya hukum Islam si Yahudi yang memang
telah mencuri baju besi itu tergetar hatinya. Akhirnya dia mengakui bahwa
dialah pencurinya, baju besi itu dikembalikannya kepada Ali, dia sendiri masuk
Islam.
Karena itulah, seorang muslim dituntut untuk selalu berbuat adil
baik dalam ucapan maupun dalam tindakan. Sikap adil merupakan akar yang kuat di
dalam masyarakat dan melambangkan kesucian akidah.
Jangan Zhalim
“Berilah mereka peringatan dengan hari yang dekat (hari Kiamat
yaitu) ketika hati (menyesak) sampai di kerongkongan dengan menahan kesedihan.
Orang-orang yang zalim tidak mempunyai teman setia seorang pun dan tidak (pula)
mempunyai seorang pemberi syafaat yang diterima syafaatnya.” (Al Mu’min 40:18)
Rasulullah saw. bersabda: Awaslah kamu daripada aniaya (zhalim),
karena zhalim itu merupakan kegelapan di hari qiamat, dan awaslah dari kikir
karena kikir itulah yang telah membinasakan ummat-ummat yang sebelum kamu.
Mendorong mereka hingga menumpahkan darah dan menghalalkan semua yang haram.”
(HR. Muslim)
Firman Allah dalam hadits Qudsi :
“Hai hamba-hambaKu, sesungguhnya Aku telah mengharam-kan kezaliman
(berbuat zalim) pada diri-Ku, dan Aku jadikan sebagai perbuatan haram bagi
kaiam, maka itu janganlah kalian berbuat zalim.” (HR. Muslim)
Allah sendiri telah mengharamkan perbuatan zalim atas diri-Nya,
padahal Dia Al Khalik, Zat yang paling berhak Menyombongkan diri-Nya. Apakah
pantas bagi seorang muslim yang selalu berpegang teguh pada tali diennya
(Islam) itu hendak berbuat zalim ?
Rasulullah saw. bersabda: Sungguh pasti semua hak akan dikembalikan
pada yang berhak pada hari qiamat, hingga kambing yang tidak bertanduk diberi
hak (kesempatan) membalas pada kambing yang bertanduk.” (HR. Muslim)
Yaitu yang dahulu di dunia pernah ditanduk dan belum dapat
membalas-nya, maka pembalasan menurut keadilan telah dituntut dari binatang
yang tidak berakal dan bagi yang berakal tentu lebih pasti.
Bersabda Nabi saw.: Siapa yang merasa pernah berbuat aniaya pada
saudaranya, baik berupa kehormatan badan atau harta atau lain-lainnya,
hendaknya segera minta halal (ma’af)nya sekarang juga sebelum datang suatu hari
yang tiada harta dinar atau dirham, jika ia mempunyai amal salih, maka akan
diambil menurut penganiayaannya, dan jika tidak mempunyai hasanat (kebaikan),
maka diambilkan dari kejahatan orang yang dianiaya untuk ditanggungkan
kepadanya. (HR. Bukhari, Muslim)
Penganiayaan (perbuatan zhalim) dapat berupa: caci maki, tipuan,
ghibah, copetan dan segala gangguan dalam badan atau kekayaan atau kehormatan
dsb.
“Seorang muslim itu saudara bagi muslim lainnya, tidak
menzaliminya, tidak mengecewakannya. Dan barangsiapa yang memperhatikan
keperluan saudaranya, pasti Allah akan memperhatikan keperluannya. Dan
barangsiapa yang melepaskan kesulitan seorang muslim, pasti Allah akan
melepaskan kesulitan orang itu dari berbagai kesulitan di hari kiamat. Dan
barangsiapa yang menutupi (aib dan rahasia) seorang muslim, pasti Allah akan
menutupi rahasia (aib) orang itu di hari kiamat” (HR. Bukhari)
- Komit
“… dan
penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya.”
(QS. Al Isra’ 17:34)
“Dan
tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu
membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah
menjadikan Allah sebagai Saksi-mu (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya
Allah Mengetahui apa yang kamu perbuat.” (QS. An Nahl 16:91)
“Hai
orang-orang yang beriman, mengapakah kamu mengata-kan apa-apa yang tidak kamu
kerjakan. Sungguh besar murka Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak
kamu kerjakan.” (QS. Ash Shaaf 61:3-4)
Balasan terhadap yang melanggar janji :
“Bahwasannya
orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia
kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barang siapa yang
melanggar janjinya, niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya
sendiri; dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah, maka Allah akan
Memberinya Pahala yang besar.” (QS. Al-Fath 48:10)
Jauhi
Nifaq
Berkata
Rasulullah saw. bersabda: Empat sifat, siapa yang lengkap ada pada dirinya maka
ia munafiq betul-betul. Dan siapa yang mempunyai salah satu daripadanya; maka
berarti mempunyai salah satu sifat munafiq hingga ditinggal-kannya. Jika
dipercaya khianat. Bila bicara dusta. Jika berjanji ia menyalahi dan bila
berdebat (bertengkar) melam-paui batas. (HR. Bukhari, Muslim)
Dalam riwayat Muslim disebutkan :
sekalipun orang itu berpuasa, shalat dan mengaku bahwa dirinya seorang muslim!
- Amanat
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menunaikan (mengembalikan) amanat
kepada yang berhak (ahlinya).” (QS. An-Nisa’ 4:58)
Jangan Khianat
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah
dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang
diperca-yakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al-Anfal 8:27)
“… Sesungguhnya Allah tidak Menyukai orang-orang yang berkhianat.” (QS. Al-Anfal 8:58)
“Tanda
orang munafiq itu tiga. Jika berkata-kata dusta, dan jika berjanji menyalahi
dan jika dipercaya khianat.” (HR. Bukhari, Muslim)
- Tawadhu’
Terutama dikalangan saudara-saudaranya
sesama Muslim. Jangan hen-daknya ia membeda-bedakan antara yang kaya dengan
yang miskin. Rasu-lullah saw. sendiri pernah berlindung kepada Allah dari sifat
sombong.
“Hai
sekalian orang yang beriman, siapa yang murtad dari agamanya, maka Allah akan
mendatangkan kaum yang kasih kepada Allah, dan dikasihi oleh Allah, merendah
diri kepada sesama kaum mu’min; keras hati terhadap orang kafir.”
(Al-Maidah:54)
“Janganlah
sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah
Kami Berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu)
dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu
terhadap orang-orang yang beriman.” (QS. An Nahl 16:88)
“Negeri
akhirat itu, Kami Jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri
dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan
(yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Qashash 28:83)
Bersabda Rasulullah saw. :Sesungguhnya Allah telah mewahyukan
kepada saya: Bertawadhu’ (merendah dirilah) hingga seseorang tidak
menyombongkan diri terhadap lainnya dan seseorang tidak menganiaya terhadap
lainnya.” (HR. Muslim)
“Tiada berkurang harta karena sedekah dan Allah tiada menambah pada
seorang yang mema’afkan melainkan kemuliaan. Dan tiada seorang yang bertawadhu’
(merendah diri) karena Allah, melainkan dimuliakan oleh Allah. (HR. Muslim)
Anas r.a. berkata: Biasa unta Nabi saw. yang bernama Al’adhba tidak
pernah dapat dikejar, tiba-tiba pada suatu hari ada seorang badwi berkendaraan
unta yang masih muda dan dapat mengejar unta Al’adhba itu, hingga kaum muslimin
merasa jengkel, lalu Rasulullah saw. bersabda: Layak sekali bagi Allah, tiada
sesuatu di dunia ini yang akan menyombongkan diri melainkan direndahkan
oleh-Nya. (HR. Bukhari)
Jangan Sombong
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena
sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya
Allah tidak Menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (HR.
Luqman 31:18)
Bersabda Nabi saw.: Tiada masuk ke sorga, siapa yang di dalam
hatinya ada seberat dzarrah (atom yang kecil) dari sombong. Maka seorang
berkata: Adakalanya seorang itu suka berpakaian bagus. Sabda Nabi saw.:
Sesungguhnya Allah indah dan suka keindahan. Sombong itu ialah menolah hak
kebenaran dan merendahkan orang. (HR. Muslim)
Haritsah bin Wahab r.a. berkata: Saya telah mendengar Rasulullah
saw. bersabda: Sukakah saya beritahukan kepadamu orang-orang ahli neraka? Ialah
tiap-tiap orang yang kejam, rakus dan sombong. (HR. Bukhari, Muslim)
“Ketika seorang berjalan dengan pakaian yang indah, bersisir rambut
dengan sombong dan congkak jalannya. Tiba-tiba Allah membinasakannya, hingga ia
timbul tenggelam di tanah sampai hari qiamat (ialah Qorun di zaman Musa a.s.)
(HR. Bukhari, Muslim)
Kisah Qarun dan kekayaannya yang harus menjadi pelajaran bagi
manusia:
“Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku
aniaya terhadap mereka, dan Kami telah Menganuge-rahkan kepadanya
perbendaharaan harta yang kunci-kunci-nya sungguh berat dipikul oleh sejumlah
orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya, “Janganlah
kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak Menyukai orang-orang yang terlalu
membangga-kan diri.” Dan carilah pada apa yang telah Dianugerahkan Allah
kepa-damu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu
dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah Berbuat Baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak Menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Qarun berkata, “Sesungguh-nya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada
padaku.” Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasannya Allah sungguh telah
Membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak
mengumpul-kan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu,
tentang dosa-dosa mereka. Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam
kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia,
“Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada
Qarun; sesungguh-nya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.”
Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu, “Kecelakaan yang besarlah bagimu,
Pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh,
dan tidak diperoleh Pahala itu, kecuali oleh orang-orang yang sabar.” Maka Kami
Benamkan Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak aa baginya suatu
golongan pun yang menolongnya terhadap Azab Allah, dan tiadalah ia termasuk
orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).” (QS. Al Qashash 28: 76-81)
Balasan bagi orang yang sombong :
“Alangkah
dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada)
dalam tekanan-tekanan sakratulmaut, sedang pada malaikat memukul dengan
tangannya, (sambil berkata), “Keluarkanlah nyawamu.” Di hari ini kamu dibalas
dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap
Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri
terhadap Ayat-ayat-Nya.” (QS. Al An’am 6:93)
“Dan
apabila dikatakan kepadanya, “Bertakwalah kepada Allah”, bangkitlah
kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya)
neraka Jahannam. Dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang
seburuk-buruknya.” (QS. Al Baqarah 2:206)
“Sesungguhnya
orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya,
sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak
(pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. DemikianlahKami
Memberi Pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan.” (QS. Al-A’raf
7:40)
Tidak
akan dibukakan pintu langit maksudnya doa dan amal mereka tidak diterima Allah.
- Pemaaf
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf,
serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raf 7:199)
“Dan bersegeralah kamu kepada Ampunan dari Tuhan-mu dan kepada
surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang
yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu
lapang maupun sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan
(kesalahan) orang. Allah Menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali
‘Imran 3:133-134)
Bersabar dan memberi maaf lebih baik
daripada mengambil pembalasan : (pahala bagi orang yang memberi maaf)
“Maka
sesuatu apa pun yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia;
dan yang ada pada Sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang
beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakal, dan (bagi)
orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji dan
apabila mereka marah mereka memberi maaf. Dan (bagi) orang-orang yang menerima
(mematuhi) seruan Tuhan-nya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian
dari Rezeki yang Kami Berikan kepada mereka. Dan (bagi) orang-orang yang
apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela diri. Dan balasan suatu
kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat
baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak Menyukai
orang-orang yang zalim. Dan sesungguhnya, orang-orang yang membela diri sesudah
teraniaya, tidak ada suatu dosa pun atas mereka. Sesungguhnya dosa itu atas
orang-orang yang berbuat zaalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi
tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih. Tetapi orang yang bersabar dan
memaafkan sesung-guhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang
diutamakan.” (QS. Asy Syura 42:36-43)
“Dan
janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu
bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kamu kerabat(nya),
orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada Jalan Allah dan
hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa
Allah Mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.
An Nur 24:22)
“Tiada
berkurang harta karena sedekah dan Allah tiada menambah pada seorang yang
mema’afkan melainkan kemuliaan. Dan tiada seorang yang bertawadhu’ (merendah
diri) karena Allah, melainkan dimuliakan oleh Allah. (HR. Muslim)
“Bukan seorang yang kuat itu, yang kuat bergulat. Tetapi orang yang
sungguh kuat, yaitu yang dapat menahan hawa nafsu ketika marah.” (HR. Bukhari,
Muslim)
Keteladanan Nabi SAW. :
Aisyah r.a. bertanya kepada Nabi saw.: Pernahkah terjadi padamu
suatu hari yang lebih berat daripada penderitaanmu ketika perang Uhud? Jawab
Nabi saw.: Saya telah menderita beberapa kejadian dari kaummu dan yang terberat
yaitu hari Aqobah ketika saya berpropaganda kepada Ibnu Abd Yalail bin Abd
Kulal, yang mana tidak seorangpun dari mereka yang menyambut ajaranku. Maka
saya kembali dengan hati yang kesal, hingga seolah-olah saya berjalan dengan
tidak sadar, hanya ketika telah sampai di Qarnitstsa’alib, di situ baru saya
sadar dan mengangkat kepalaku ke langit, di mana saya melihat awan di atasku, tiba-tiba
Malaikat Jibril memanggil saya sambil berkata: Allah telah mendengar jawaban
kaummu kepadamu, dan kini telah mengutus Malaikat penjaga bukit untuk menurut
segala perintahmu. Kemudian terdengar suara Malaikat penjaga bukit memberi
salam sambil berkata: Ya Muhammad, Allah telah mendengar jawaban kaummu
kepadamu, dan saya penjaga bukit dipe-rintah oleh Allah menurut segala
kehendakmu. Maka perintahlah saya sesukamu. Kalau kau suka saya dapat
merobohkan dua bukit yang terbesar di daerah kota Mekkah (bukit Al’akhsyabain).
Jawab Nabi saw.: Tetapi saya masih mengharap semoga Allah mengeluarkan dari
turunan mereka orang-orang yang beribadat kepada Allah dan tidak menye-kutukan
pada-Nya sesuatu apapun. (HR. Bukhari, Muslim)
Maraji’
Al-Qur’an Al-Karim
Imam Nawawy, Tarjamah Riyadhus Shalihin
Anis Matta, Membentuk Karakter Muslim
0 komentar:
Posting Komentar