ABSTRAKSI
Ibnu Rusyd lahir di
Cordova. Ia belajar ilmu fiqh, ilmu pasti dan ilmu kedokteran di Sevilla,
kemudian berhenti dan pulang ke Cordova untuk melakukan studi penelitian,
membaca buku-buku dan menulis. Ibnu Abar mengatakan, “Di Andalas belum pernah
ada seorang ilmuan yang utama dan sempurna seperti dia.” Sekalipun mulia, ia
sangat rendah hati dan tidak sombong. Sejak usia remaja sampai dewasa, sangat
besar perhatiannya pada ilmu pengetahuan.
Aliran filsafat Ibnu
Rusyd rasional. Ia menjunjung tinggi akal fikiran dan menghargai peranan akal,
karena dengan akal fikiran itulah manusia dapat menafsirkan alam wujud. Seorang
folosof yang berpegang pada aliran rasional pasti berkeyakinan bahwa segala
sesuatu tidak mungkin lepas dari sebab musabab. Keyakinan pada hukum sebab
musabab adalah asas ilmu alam dan asal filsafat rasional.
I.
PENDAHULUAN
Ibnu Rusyd lahir di kota Cordova. Nama
lengkapnya Abdul Wahid Muhammad bin Ahmad bin Rusyd. Ia dibesarkan dalam
keluarga ahli fiqh. Ayahnya seorang hakim. Demikian juga datuknya yang sangat
terkenal sebagai ahli fiqh.
Ia belajar ilmu fiqh,
ilmu pasti dan ilmu kedokteran di Sevilla, kemudian pulang ke Cordova untuk
melakukan studi, penelitian, membaca buku-buku dan menulis. Sejak usia remaja
hingga dewasa sangat besar perhatiannya pada ilmu pengetahuan.
Kata orang, Ibnu Rusyd
sejak mulai mampu berpikir tidak pernah berhenti belajar dan membaca kecuali
pada malam ketika ayahnya wafat dan malam pertama pernikahannya. Lebih dari
sepuluh ribu lembar kertas ia habiskan untuk mencatat, meringkas buku-buku yang
dibacanya dan menulis makalah-makalah yang dikarangnya. Ia sangat tertarik pada
berbagai macam ilmu pengetahuan. Ia merupakan ilmuan yang paling terkenal pada
waktu itu. Ibnu Rusyd sangat menguasai ilmu bahasa sastra.
II.
PEMIKIRAN IBNU RUSYD
Di negara-negara Eropa
latin, Ibnu Rusyd terkenal dengan nama Explainer (asy-syarih) atau juru tafsir,
yaitu juru tafsir filsafat Aristoteles. Ibnu Thufail lah orang yang mencalonkan
Ibn Rusyd untuk menafsirkan filsafat Guru Pertama (Aristoteles) pada khalifah
Abu Ya’qub Yusuf al – Muwahhidi (557-579 H). Karena Ibnu Thufail percaya akan
kecerdasan dan kejernihan pandangan terhadap kuatnya minat pada ilmu filsafat
Ibnu Rusyd.
Ibn Rusyd mulai bekerja
melaksanakan kewajibannya. Ia menafsirkan, menyimpulkan buku-buku Aristoteles
dan akhirnya menghasilkan tiga buku tafsir, yaitu : Al – Ashgar, Al – Ausath
dan Al – Akbar (yang kecil, yang sedang dan yang besar).
Dalam menyusun rumus
kesimpulan, Ibnu Rusyd tidak terikat pada rumusan Aristoteles, ia mengemukakan
pendapat-pendapat pribadinya yang mencerminkan pandangan atau pahamnya sendiri.
Al – Ausath dimulai
dengan “Ia berkata”. Yang dimaksud ialah Aristoteles. Ibnu Rusyd cukup
menyebutkan kata tersebut, atau kadang-kadang menyebutkan sedikit teks rumusan
Aristoteles, kemudian langsung menguraikan, menafsirkan dan menyimpulkan.
Kesimpulannya tentang buku-buku Aristoteles yang berjudul cathyphorias (al-maqulat)
dan retorica (al-khitabah) dewasa ini telah diterbitkan dalam bahasa
Arab.
Buku tafsir Al – Akbar
juga sebagian telah diterbitkan dalam bahasa Arab, yakni yang mengenai
metafisika. Diterbitkan dalam lima
jilid oleh Al – Ab Buwaji di Beirut. Buku tafsir Al – Ashgar sama sekali tidak
terikat pada rumusan Aristoteles. Sebagian besar buku-buku tafsir Ibn Rusyd
atas filsafat Aristoteles tentang alam, semantik dan moral masih terdapat
terjemahannya dalam bahasa latin dan ibrani. Sedangkan manuskrip aslinya berupa
tulisan tangan dalam bahasa Arab telah hilang. Itu menunjukkan betapa besar pengaruh
Ibn Rusyd di Eropa dan di kalangan ahli fikir sedunia.
Pada mulanya Ibnu Rusyd
merupakan ahli fiqh. Di bidang ilmu fiqh pun ia meninggalkan warisan ilmiah
yang besar bagi dunia Islam. Bukunya yang berjudul Bidayatul Mujtahid wa
nihayatul muqtashid sangat terkenal. Baik di bidang ilmu fiqh maupun
filsafat, dia mempunyai pandangan dan alirannya tersendiri.
Kemudian ia jadi seorang
dokter. Dalam ilmu kedokteran, kedudukannya hampir sebanding dengan Ibnu Sina
di daerah Masyriqi. Ia menulis buku al – Kulliyat fitt-thib (Garis-garis Besar
Ilmu Kedokteran), diterjemahkan dalam bahasa latin dengan judul colliget.
Ibnu Rusyd membatasi tulisannya pada pokok-pokok ilmu kedokteran.
Ibnu Rusyd juga menulis
beberapa buku tentang astronomi. Manuskripnya dalam bahasa Arab telah hilang,
tetapi terjemahannya dalam bahasa Ibrani masih tersimpan hingga sekarang.
Semuanya itu menunjukkan bahwa Ibnu Rusyd melandaskan pemikiran filsafatnya
dengan ilmu pengetahuan.
Pemikiran filsafatnya
dapat dilihat dan diketahui dengan jelas dari bukunya yang sangat terkenal, Tahafatut
Tahafut yang dituliskan sebagai sanggahan terhadap Al – Ghazali yang
berjudul Thalafutul Falasifah.
Ia juga menulis dua buah
buku kecil namun bernilai besar, tentang kesesuaian antara agama dan filsafat.
Dua buku itu adalah al-Kasyfu ‘an Manahijil Adillah (ungkapan tentang
metode pembuktian) dan Fashlul Maqal fima Bainal Hikmah wasy-syariah Minal
Ittishal (kata putus tentang kaitan antara filsafat dan syariah).
Aliran filsafat Ibnu
Rusyd dapat disimpulkan sebagai aliran filsafat rasional. Ia sangat menjunjung
tinggi akal fikiran dan menghargai peranan akal, karena dengan akal fikiran,
manusia dapat menafsirkan alam wujud. Akal fikiran atas dasar pengertian umum
(ma’ani kulliyat) yang didalamnya tercakup hal ihwal yang bersifat partial
(juziyyat). Pada abad pertengahan, orang-orang memperdebatkan soal kulliyat (universalitas).
Apakah kulliyat itu hanya nama belaka? Ataukah mempunyai wujud nyata di
luar akal? Ataukah hanya merupakan gambaran akal semata-mata? Dengan terus
menerus Ibnu Rusyd menegaskan, bahwa kulliyat ialah gambaran akal.
Sebaliknya, Ibnu Sina berpegang pada sikap tengah, yakni antara gambaran akal
dan wujud kenyataannya di luar akal.
Dalam kesimpulannya
mengenai metafisika, Ibnu Rusyd mengatakan, “Bila kita menetapkan bahwa kulliyat
itu merupakan kenyataan yang ada di luar akal (jiwa), tentu ia mempunyai kulliyat
yang lain di luar akal (jiwa), dan dengan adanya kulliyat yang lain
itu maka kulliyat yang pertama dapat diterima oleh akal dan kulliyat yang
kedua akan mempunyai kulliyat yang ketiga, dan begitulah seterusnya
tanpa ada titik penghabisan. Keraguan seperti itu tidak akan ada jika kita
telah menetapkan bahwa sesungguhnya yang bersifat kulliy (universal)
hanya ada di dalam akal”.
Seorang filosof yang
berpegang pada aliran rasional pasti berkeyakinan bahwa segala sesuatu tidak
mungkin lepas dari sebab musabab. Keyakinan pada hukum sebab musabab adalah
asas ilmu alam dan asal filsafat rasional.
Al – Ghazali dalam upaya
memberi jalan bagi keyakinan terhadap kekuasaan ‘illah, ia berusaha merobohkan
dalil keharusan adanya sebab musabab bagi segala sesuatu. Melalui bukunya Tahafutul Falasifah, ia melancarkan serangan kecaman terhadap
para filosof karena mereka berpegangan pada hukum sebab musabab. Serangan Al –
Ghazali itu dijawab Ibnu Rusyd, “Mengingkari sebab musabab yang dapat dilihat
dalam segala kenyataan (al-mahsusat) adalah sophisme (omong kosong). Orang yang
mengatakan hal itu lidahnya mengingkari apa yang ada didalam hatinya, atau
mengakui omong kosong untuk meragukan apa yang ada didalamnya.” Ibnu Rusyd
kemudian mengembalikan soal sebab musabab kepada empat sebab pokok (‘illah)
sebagaimana yang dikatakan Aristoteles, yaitu :
v ‘illah
maaddiyyah (materi cause, sebab musabab yang berkaitan dengan benda).
v ‘illah
shuwariyah (formal cause, sebab musabab yang berkaitan dengan bentuk).
v ‘illah fa’ilah
(efficient cause, sebab musabab yang berkaitan dengan daya guna).
v ‘illah
gha’iyyah (final cause, sebab musabab yang berkaitan dengan tujuan).
A.
Pandangan Ibnu Rusyd tentang Hubungan antara
Agama dengan Filsafat
Ibnu rusyd membantah
anggapan yang menyatakan bahwa agama bertentangan dengan filsafat. Mereka yang
menyatakan bahwa agama bertentangan dengan filsafat adalah bagi mereka yang
tidak memiliki metode untuk mempertemukan keduanya. Kata Ibnu Rusyd, untuk
mempertemukan keduanya (agama dan filsafat), dibutuhkan alat, dan alat itu
adalah akal pikiran.
B.
Akal dan Jiwa Menurut Ibnu Rusyd
Manusia, menurut Ibnu
Rusyd, mempunyai dua gambaran. Kedua gambaran itu dinamakan percept (perasaan)
dan concept (pikiran). Perasaan adalah gambaran khusus yang dapat
diperoleh dengan pengalaman berasal dari materi. Ibnu Rusyd memberi perbedaan
antara perasaan dan akal dan memisahkan pula antara pengetahuan akali (aqli)
dengan pengetahuan indrawi (naqli). Dengan sendirinya kedua pengetahuan ini
berbeda dalam hal cara manusia memperolehnya. Pengetahuan indrawi diperoleh
dengan persepsi, sedangkan pengetahuan aqli diperoleh lewat akal, pemahaman
dilakukan dengan penalaran.
Akal sendiri dibagi jadi
dua jenis, yang pertama disebut akal praktis dan yang kedua adalah akal
teoritis. Akal yang pertama memiliki fungsi sensasi, dimana akal ini dimiliki
oleh semua manusia. Disamping memiliki fungsi sensasi, akal praktis memiliki
pengalaman dan ingatan, sedangkan akal teoritis mempunyai tugas untuk
memperoleh pemahaman (konsepsi) yang bersifat universal.
C.
Metode yang Digunakan Ibnu Rusyd
Ibnu Rusyd menggunakan
metode khusus yang disebut metode demonstrasi, metode inayah (perhatian) dan
metode ikhtira (penciptaan). Metode pertama digunakan dalam memecahkan masalah
persoalan-persoalan filsafat, sedangkan metode inayah dan ikhtira dipergunakan
khusus dalam pembahasan ilmu kalam. Menurut Prof. Dr. Notonegoro, metode
demonstrasi diperlukan karena manusia mempunyai kemampuan yang serba terbatas.
Untuk memperoleh kemampuan berpikir, manusia tidak dapat semata-mata percaya
pada kemampuan akal, tetapi diperlukan pula bantuan rasa, kehendak dan
kepercayaan. Bentuk konkret metode demontrasi Ibnu Rusyd adalah sebagai berikut
:
“Demontration
(al-burhan) is defined as argument consisting of indubitable premise resulting
in indubitable conclusion. The absolute form of demonstration is the argument
from the fact and argument from the reason of the fact”. Demonstrasi
(al-burhan) adalah ketentuan dari satu argumen yang konsisten, tidak diragukan
lagi kebenarannya yang diperoleh dari premise-premise yang ada dan pasti, maka
kesimpulan yang diperoleh pasti pula.
Dengan demikian bentuk
metode domonstrasi diliputi akal. Dalam pandangan Ibn Rusyd, bentuk demonstrasi
sebenarnya bentuk deduktif atau istilah umumnya silogisme.
Kebenaran itu sendiri,
menurut pandangan Ibn Rusyd bersifat individual, benda yang sempuna, substance
par excellence. Individualis yang dimaksud adalah sejenis realitas dan dilain
pihak sebagai makhluk.
III. PENUTUP
Dari uraian-uraian
tersebut diatas, maka dapat disimpulkan pemikiran filsafat Ibn Rusyd sebagai
berikut :
1. Aliran filsafat
Ibnu Rusyd adalah rasional. Ia menjunjung tinggi akal pikiran.
2. Pandangan tentang
hubungan antara agama dan filsafat dapat dipertemukan oleh akal pikiran.
3. Gambaran
tentang akal dan jiwa. Manusia mempunyai dua gambaran (maani), yaitu : perpect
(perasaan) dan concept (pikiran).
4. Metode yang
digunakan Ibn Rusyd untuk memecahkan masalah persoalan-persoalan filsafat dan
pembahasan ilmu kalam adalah metode demonstrasi, metode inayah dan metode
ikhtira.
DAFTAR PUSTAKA
Anshari, Endang Saifuddin, Ilmu
Filsafat dan Agama.1979. Surabaya:
PT. Bina Ilmu
Ahmad, Hanafi, Pengantar Filsafat
Islam. 1990. Jakarta:
PT. Bulan Bintang
Ibrahim,
Madkour, Filsafat Islam: Metode dan Penerapan, terjemahan Yudian Wahyudi –
Asmin Ahmad Hakim Mudzakkir. 1993. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada
0 komentar:
Posting Komentar