Prof. Sofyan Syafri Harahap Dan
Jhon Tafbu Ritonga
SISTEM bagi hasil mulai populer
sejak Bank Muamalat Indonesia (BMI) tahun 1992. Sebagai alternatif sistem bunga
yang dianggap riba dan riba hukumnya haram. Istilah bagi hasil kemudian dipakai
dalam UU Perbankan. Oleh karena itu istilah tersebut menjadi analogi dengan
perbankan syariah, yakni bank yang tidak menggunakan bunga sebagai instrumen
bisnisnya.
Demikian Prof. Dr. Sofyan Syafri
Harahap, SE, MAc yang baru diangkat Mendiknas sebagai guru besar akuntansi pada
Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti dengan SK Nomor 37342/A2.7/KP/2003
tertanggal 30 September 2003.
Menurut Prof. Dr. Sofyan Syafri
kelahiran Tapanuli Selatan (1956), sebenarnya dalam sistem bank syariah masih
ada sistem selain bagi hasil, misalnya dengan menerapkan pola lain seperti
murabahah, alqadrul hasan, ijarah dan istisna. Jadi bukan hanya sistem bagi
hasil.
Alumni Fakultas Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara (FE USU) lulusan tahun 1981 yang memperoleh gelar
master dalam bidang akuntansi pada tahun 1989 di University of Illinois at
Chigago, Amerika Serikat, ini menyatakan: "Istilah bagi hasil pun
sebetulnya merupakan istilah yang rada kabur. Kalau yang dimaksud hasil ialah
laba, maka timbul masalah, apakah kalau rugi ditanggung bersama atau
sepihak?"
Kalau hasil yang dimaksud ialah
dalam pengertian revenue, kata Sofyan, maka di dalamnya masih ada unsur biaya.
Misalnya hasil adalah Rp 100.000 dan biaya Rp 60.000 sehingga laba hanya Rp
40.000. Manakah yang dipakai sebagai patokan bagi hasil, apakah yang Rp 100.000
atau yang Rp 40.0000.
Lulusan S3 (PhD) dari University
of Adelaide, Australia tahun 1999 ini menjelaskan, jika merujuk pada pada
tradisi bisnis yang berlaku pada zaman Rasulullah Muhammad SAW, maka yang
dianjurkan ialah sistem bagi hasil dan rugi (profit and loss sharing). Sistem
bagi hasil menurut Islam, katanya mengingatkan, harus memiliki sifat-sifat yang
berkeadilan dan memperhatikan berbagai persyaratan yang tidak berbau penipuan
dan spekulasi atau judi.
Tidak boleh seperti yang tempo
hari dilakukan oleh PT QSAR pimpinan Ramli Arab dimana investor tidak tahu
bagaimana proses keuntungan diberikan dan tiba-tiba QSAR-nya bangkrut.
"Kita harus selalu mewaspadai dan hati-hati supaya jangan terperangkap
dalam istilah tanpa jiwa yang Islami. Jangan silau dengan istilah dam
simbol-simbol, seolah-olah syariah tapi dalam prakteknya justru bertentangan
dengan syariat Islam," katanya.
Sementara Drs. Jhon Tafbu
Ritonga, MEc mengatakan sebenarnya ekonomi Islam masih baru di Indonesia.
Demikian juga dengan bank yang dijalankan berdasarkan syariah. Setelah Bank
Muamalat Indonesia berdiri tahun 1992, Sumatera Utara merupakan provinsi
pertama yang memberikan responnya secara proaktif. Hal itu ditandai dengan
digelarnya seminar manyambut kahadiran banjk syariah itu di Medan. Waktu itu
seminarnya diadakan di gedung Bank Sumut. Secara gotong royong oleh USU, IAIN
Sumut dan MUI Sumut, pesertanya ramai dan berjalan sukses. Waktu itu kita
berharap cabang pertama BMI dibuka di Medan, tapi kemudian tidak demikian.
Disamping itu di IAIN Sumut juga
didirikan Forum Kajian Ekonomi dan Bank Islam (FKEBI). Memang ada keinginan
menggagas pengembangan ekonomi dan bank Islam di USU. Namun karena iklim
politik masih belum kondusif, maka ekonom dari USU bergabung ke FKEBI. Sebab
pada masa Orba dulu untuk membangun Mushalla saja di Perguruan Tinggi umum
tidak seperti sekarang iklimnya.
"Kita di Sumut termasuk
progresif mengembangkan ekonomi syariah. Tahun 1993 di Medan digelar seminar
Manajemen Masjid, dengan maksud supaya umat Islam memberdayakan Masjid sebagai
institusi sosial dan ekonomi guna menopang kemajuan ekonomi umat," kata
Ritonga.
Ketika MUI mengeluarkan fatwa
mengenai bunga ialah riba dan haram baru-baru ini, program Magister Ekonomi
Pembangunan PPs Usu segera menyambutnya dengan mengadakan seminar bank syariah.
Pembicarnya didatangkan dari Universiti Kebangsaan Malaysia. Jadi, Sumut sangat
responsif terhadap perkembangan bank syariah.
" Alhamdulillah, kita
gembira sekarang sudah banyak bank yang berdasarkan syariah beroperasi di
Sumut, seperti BMI, Syariah Mandiri dan BNI Syariah. Dengan perkembangan yang
beragam, Insya Allah mereka akan bersinergi sehingga kemajuannya lebih pesat
lagi di masa depan," tandasnya. * Armin Rahmansyah Nst ()
copyright @2002 WASPADA Online -
www.waspada.co.id
0 komentar:
Posting Komentar